Senin, 26 Januari 2009

romantisme kelas pojok

Siapa bilang kalimat romantis itu hanya bisa diucapkan oleh orang yang sedang dimabuk cinta?
Anak-anak juga pernah mengucapkan kalimat romantis yang membuat hati gurunya bergetar..
Subhanallah... Lihat saja dialog mereka denganku, guru yang terkadang juga menjadi siswa mereka..
Ya, siswa mereka, yang kadang tak bisa melampaui ketulusan hati mereka..
- - -

Seusai dzikir dalam rangkaian sholat dhuhur berjamaah..
”Kak, salah satu waktu yang doa itu lebih mudah dikabulkan adalah selesai sholat. Sekarang, kakak boleh berdoa. Kakak boleh meminta apa saja pada Allah.. Insya allah jika kakak sungguh-sungguh Allah akan mengabulkan”

Sejenak kubiarkan mereka mengangkat tangan, menundukkan kepala, dan memejamkan mata. Dito yang sebelum sholat sempat menangis karena kaos kakinya tidak ketemu-ketemu, terlihat paling khusyu’ berdoa, karena kuanjurkan juga kepadanya untuk minta tolong pada Allah supaya diberi petunjuk dimana kaos kaki barunya itu.

Setelah itu, kutanya satu-satu, apa isi doa mereka. Jawabannya beragam. Ada yang minta laptop, rumah, mobil, sampai adik. Yang bikin aku tersenyum senyum adalah jawaban si Iqbal..

”Aku ingin bisa terus sekolah”

Sebuah jawaban yang membuatku mengernyitkan dahi.. Aneh!

”Emang kenapa mas Iqbal?”

”Biar bisa ketemu ustadzah Eva terus...”

Oooh...

- - -
Evaluasi tulis adalah momen yang menguras tenaga bagiku dan anak-anak. Bagiku, saat-saat mendampingi satu persatu siswa plus memotivasi mereka agar terus berusaha bagaikan baling-baling yang tak boleh berhenti berputar. Satu persatu dari mereka akan terus memanggil... ”Ustadzaaah.....”

Beberapa dari mereka memang kesulitan memahami soal. Beberapa yang lain sebenarnya paham namun butuh motivasi. Ada lagi yang lebih memilih bermain/berbincang sendiri sehingga aku harus menghampiri kemudian mengingatkan.

Karena terus berpindah dari satu siswa ke siswa yang lain, terkadang timbul kecemburuan sehingga tanganku yang hanya dua jadi alat untuk tarik menarik!

Hingga si Iyan, dengan kesal menghampiriku, menarik lenganku sambil bergumam..
”Seharusnya ustadzah Eva itu ada 16! Biar semua itu dapat satu-satu”

(Yan, jadi dua aja susah terwujud.. Apalagi 16! Oke deh, ustadzah yang cuma satu ni akan berusaha untuk ndak jadi 0)

- - -
Entah kenapa, siang itu aku tiba-tiba kehilangan mood..
Aku hanya ingin berdiam diri menelungkupkan kepala di atas meja..
Para akhwat menghampiriku..

Mereka bersahut-sahutan..

”Ustadzah knapa sih kok diem aja?”
”Ustadzah sakit ya?”
”Eh kita hibur yuk..” (selanjutnya beberapa dari mereka pasang aksi ketawa ketiwi sendiri..berharap aku ikut ketawa)

Putus asa membuatku tertawa, Zahra dan Della melontarkan kata-kata romantisnya...
”Ustadzah taktelponkan orang tuanya, ya...”

Dan, mulailah senyumku terkembang...

- - -
Yang paling heboh adalah ketika hari ulang tahunku, 9 Januari 2009 yang lalu.
Aku menduga tahun ini adalah 9 Januari yang sepi, dan bakal tak ada surprise seperti waktu-waktu sebelumnya. Dimana lingkunganku banyak yang mengingat-ingat kalo 9 januari itu ada yang senyum-senyum sendiri saat bangun tidur, karna rasa syukurnya yang menggunung.

Tapi ternyata itu salah! Gara-gara ustadzah Yati yang baru datang langsung heboh menyanyikan lagu Happy Birthday, sebagian siswaku jadi tahu..

Satu persatu siswa akhwat kelas satu Ali menghampiriku yang sedang berbincang dengan wali siswa.
”Us, hari ini ulang tahun ya?”
”Us, selamat ya...”

Gantian siswa ikhwan..
Waktu itu Hanif, ikhwan kalem bin pendiam, didorong-dorong temannya...
Sampai di dekatku, si Hanif hanya berdiri dan diam..
Namun tatapannya menyiratkan maksud yang sama dengan teman-temannya lain.

Kejutan tak berhenti sampai disitu. Karena berbincang dengan wali siswa tadi, aku terlambat masuk kelas.
Meski beberapa siswa akhwat kelasku sudah menjemput, aku tetep larut dalam diskusi..

Hingga akhirnya, 15 menit setelah waktu seharusnya masuk kelas, aku tiba di depan kelas.
Saat kubuka pintu...

”SELAMAT ULANG TAHUN USTADZAH...”
Subhanallah, satu persatu ’anak’ku berhamburan lalu menjabat tanganku.
Yang bikin trenyuh adalah perjuangan mereka untuk membuatku surprise!

Saat kuberjalan mendekati lemari, ada beberapa ikhwan yang mengagetiku dari dalam. Mereka rela meneku-nekuk tubuh untuk jadi tak terlihat olehku! Dan mereka meneriakkan,
”Selamat Ulang Tahun!”

Belum hilang kekagetanku, beberapa akhwat berhamburan dari bawah meja... Berlari ke arahku dan berebutan menyalamiku. Si Safin dengan gaya khasnya..
”Us, us, aku sampai capek nungguin di bawah meja!”

Terima kasih kakak-kakak.. Ternyata tahun ini ulang tahun yang berkesan!

- - -

Azzamku untuk me lay out tabloid sendiri jadi kenyataan. Berbekal ilmu dalam sekali pelatihan bersama lay outer asli (Us Ayub yang sedang sakit sehingga beliau memberikan kesempatan padaku untuk mengasah ilmu), tutorial online via YM dengan Denny (teman di Surabaya yang pernah jadi lay outer tabloid regional, sekrang wartawan di koran nasional), dan buku panduan page maker (yang kupinjam tapi untungnya belum kukembalikan dari Denny juga!Hehehe... Thx, bro!), aku meluangkan waktu untuk berkutat di depan komputer. Melakukan hal yang tampak tak masuk akal.

Hal ini tak akan kulakukan jika deadline pembagian tabloid tidak tinggal 4 hari! Fyuh... Untungnya si Pimred, ustdzah Lilik setia menemaniku..

Namun, bagaimanapun juga, hari itu aku mengorbankan pihak lain. Aku sama sekali menutup diri dari aktivitas siswa2ku. Yah, anggap saja aku berlatih merasakan bagaimana rasanya jika jadi org tua sibuk tapi anak-anaknya merecoki!

Dan benar, bergantian, 16 bocah itu bergerombol ’mengusik’ konsentrasiku.. Aku tak boleh marah! Karna seharusnya merekalah yang berhak marah karna si ’induk’ tak mau bersama ’anak-anaknya’

”Kak, kakak main di luar aja ya..”
”Emoh!”
”Ayo lah...”
”Ndak mauuuu!”
”Mmm... Ustzadah Eva jadi sedih kalo kakak kesini”
”Ndak kok us, aku ndak ganggu. Aku pengen liat aja”
”Bukan, ustadzah eva jadi sedih karna ndak bisa main sama kakak. Oke, semakin serius ustadzah bekerja, semakin cepet ustadzah main sama kakak..”

Dan, manjur ternyata. Meski ada yang dengan wajah cemberut, ada yang pengertian sehingga memilih memasang senyum, ada juga yang ’tega’ memencet-mencet tombol keyboard sebelum meninggalkan aku dengan kesibukanku, akhirnya mereka membiarkanku ’bermain’ dengan kursor yang berkedip.

Belum ada sejam. Seorang ikhwan, sendirian, menghampiriku. Si Iyan. Aku hanya memasang senyum, karna dia hanya duduk di belakangku..
Tapi, lama kelamaan, sebagaimana kuungkapkan ke bocah lainnya, aku merasa bersalah jika aku melihat siswaku.. Seolah aku menjadikan mereka pihak yang merugi, sebagai konsekuensi kesibukanku selain mengajar mereka.

”Mas Iyan... tunggu ustadzah di luar aja ya..”
”aku ndak ganggu kok us...”
“Ustadzah minta tolong... sebentar aja... Ustadzah merasa bersalah membiarkan siswanya bermain sendiri...Ya?”
”emoh... Aku mau disini aja.. Njagain Ustadzah Eva.. Nanti kalo ustadzah Eva kenapa-kenapa tar kujagain..”

Huhuhu... Siapa coba yang tidak klepek-klepek?


- - -

Tidak ada komentar: